Ketidaksiapan Implementasi Kurikulum Kurikulum Merdeka 2022
Ditulis oleh: Febriyanto Arif Nugroho (A310190007)
23 Januari 2023/15.38 WIB.
Penerapan Kurikulum Prototype yang digadang-gadang
menjadi kurikulum yang relevan untuk pendidikan di era pasca pandemic. Namun menurut
Kepala Sekolah SMP PGRI Gondangrejo, Kusmadiyanto menjelaskan bahwa penerapan
kurikulum merdeka ini kurang terencana dan kurang merata dilihat dari segi
pemerataan penunjang. Beliau mengeluhkan bahwa penerapan kurikulum merdeka atau
prorotype ini sulit untuk dijalankan. Sekolah yang beliau pimpin masih kurang
sarana prasarana penunjang dan kesiapan tenaga pendidik. Dan demikian SMP PGRI
Gondangrejo masih menganut dua kurikulum. Kurikulum 2013 dan transisi ke
kurikulum merdeka dengan sejumlah persiapan. Republika.co.id (28/12/2022)
menyebutkan, menurut ketua komisi X DPR RI, Syaiful Huda,
mengungkapkan, DPR dan pemerintah sepakat untuk tidak mewajibkan penerapan
Kurikulum Merdeka di masing-masing sekolah. Sebab, menurut Huda, Komisi X DPR
RI masih harus melihat sejauh mana efektivitas penerapan kurikulum yang telah
mulai diterapkan pada 2021 lalu itu. Karena memang pergantian suatu kurikulum dalam pendidikan
membutuhkan waktu untuk melakukan transisi.
Lalu apakah banyak satuan pendidikan yang belum siap
untuk menjalankan kurikulum baru 2022 ini? Kenapa sekolah tidak siap
menerapkan KM? Sejak covid
19 melanda, persekolahan dialihkan dari tatap muka ke daring. Saat pandemi melanda seluruh dunia yang menyebabkan
semua sektor berdampak menurun khususnya sector pendidikan. Saat itulah Menteri
pendidikan, Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan yang cukup berani dengan
menyesuaikan kurikulum. Keputusan Mentri Pendidikan Nadiem Makarim
menyesuaikan kurikulum sebelumnya menjadi kurikulum baru.
Penyesuaian tidak dipersiapkan dengan matang,
mengingat kondisi, dan situasi pada saat itu di tengah-tengah pandemi. Padahal
untuk melakukan penyesuaian kurikulum dalam pendidikan memerlukan persiapan,
penyesuaian dan pengimplementasian. Dalam hal persiapan tenaga pendidik
khususnya di sekolah yang tergolong daerah 3T atau akronim dari dari daerah
terdepan, terluar, dan tertinggal ini tidak diberi pemberitahuan. “Tiba-tiba
diminta oleh dinas untuk menyesuaikan dengan kurikulum baru dengan aturan yang
baru pula. Sedangkan sekolah kami dan SDM tenaga pendidik kamu belu siap.” kata
Kusmadiyanto, Kepala Sekolah SMP PGRI Gondangrejo. Penerapan yang cenderung
mendadak membuat beberapa sekolah tidak mampu menyesuaikan dengan cepat dan
instan.
Hal yang membuat penyesuaian kurikulum
prototype ini tidak
berjalan dengan baik adalah kurangnya pemberlakuan pelatihan, diklat, dan
kepelatihan kurikulum baru. Kegiatan kepelatihan tidak diseminarkan
secara luring, melainkan secara daring. Menyebabkan tenaga pendidik sulit
memahami dan mengerti esensinya. Padahal para tenaga pendidik perlu pelatihan, diklat
dan seminar secara langsung dan luring tatap muka. Agar penyesuaian media
pembelajaran, perangkat pembelajaran dan hal-hal apa saja terkait dengan
penyesuaian kurikulum baru ini dapat tersampaikan dengan baik.
Gurusiana.id (6/7/2022) menyebutkan tidak ada pelatihan berjenjang
untuk implementasi kurikulum merdeka. Mekanisme terkait implementasi Kurikulum
Merdeka ini berbeda dengan Kurikulum 2013, khususnya yang terkait dengan
pelatihan. Pada penerapan Kurikulum 2013, di awal ada pelatihan secara
berjenjang untuk para guru. Dalam Pelatihan Kurikulum 2013 kita mengenal Guru
Sasaran, Instruktur Kabupaten, Instruktur Provinsi dan juga Instruktur
Nasional. Sedangkan untuk Kurikulum Merdeka, pelatihan/bimtek secara berjenjang
semacam itu tidak dilaksanakan lagi. Ketentuan ini tercantum dalam Surat Edaran
dari Kemdikbudriset nomor 2774/H/KR.00.01/2022 tentang Implementasi Kurikulum
Merdeka secara Mandiri Tahun 2022/2023. Hal itu yang disinyalir menjadi permasalahan
kunci dalam hal penyesuaian kurikulum ini. Tidak semua guru mampu dan bisa
melakukan bimtek/pelatihan mandiri. Tenaga pendidik yang sudah repot dengan
urusan di sekolah mengajar harus diributkan dengan bimtek mandiri menggunakan media
digital.
Medcom.id (28/3/2022) menyebutkan bahwa kurikulum merdeka dinilai tidak mendukung
pemulihan pembelajaran. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi
Azra, menilai Kurikulum Merdeka tidak mendukung upaya pemulihan pembelajaran
yang terdampak pandemi covid-19. Pemerintah mestinya fokus pada akselerasi
pendidikan dengan meningkatkan dukungan fasilitas untuk mengatasi learning loss
yang cukup parah. Beliau menuturkan kualitas pendidikan Indonesia sudah
tertinggal lantaran kurang dukungan fasilitas. Pandemi covid-19 membuat masalah
pendidikan kian berat sebab pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak efektif. Kurikulum
Merdeka justru memberi masalah baru. Sebab, kurikulum baru membutuhkan
penyesuaian yang cukup lama. Sementara itu, situasi saat ini dinilai sangat
tidak tepat untuk memberikan ruang yang cukup bagi penyesuaian kurikulum. Hal
ini justru menjadi tanda tanya besar bagi khalayak luas, apakah
perubahan-perubahan itu diperhitungkan. Azyumardi menyebutkan Kurikulum Merdeka
juga mengakibatkan penyesuaian atau perubahan institusional. Dia mengatakan
bisa terjadi penambahan atau pengahapusan jurusan atau prodi. Misalnya,
penghapusan jurusan IPA, IPS di SMA akan berdampak pada jurusan di perguruan
tinggi. Azyumardi menekankan pentingnya sinkronisasi kurikulum. Dia menyebut
mestinya kurikulum yang sudah ada disempurnakan bukan memperkenalkan kurikulum
baru yang mengandung berbagai implikasi dan dampak.
Dilansir dari Medcom.id (28/3/2022) menurut Guru
Besar Universitas Langlangbuana, Mulyasa, menyampaikan perubahan merupakan
keniscayaan. Termasuk, dalam pendidikan. Dia memahami kurikulum mesti selalu
berubah disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan. Namun, setiap perubahan
kurikulum harus melibatkan berbagai ahli dalam berbagai bidang. Mulyasa menyebut
setiap perubahan kurikulum juga harus ada pembagian tugas jelas secara
proporsional dan profesional. "Artinya jangan sampai satu orang
mengerjakan banyak hal sehingga tidak menunjukkan hasil yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan," ujar dia.
Hendaknya Kemendikbudistek selaku institusi yang membuat
kebijakan perubahan kurikulum hendaknya lebih bijak dalam hal persiapan dan justru
tidak menjadi masalah. Hendaknya penyesuaian kurikulum dilakukan untuk
memfleksibel dan agar tujuan kurikulum tercapai justru dibuat bubrah oleh
perisiapan yang kurang matang dari pusat, dan kemudian saat sampai kebawah kacau.
Dengan melakukan bimtek/pelatihan ulang, mengingat kebijakan PPKM sudah dicabut
oleh presiden Joko Widodo akhir tahun kemarin. Bimtek/pelatihan tersebut
hendaknya mampu menambal kebocoran yang menjadi permasalahan pemberlakuan
penyesuaian kurikulum merdeka. Serta memperbaiki dan meratakan sarana prasarana
penunjang di setiap sekolah tanpa terkecuali. Jika hal-hal kecil itu dapat
diperbaiki, diharapkan penyesuaian kurikulm akan lebih baik dan lebih terarah.
Mengingat kurikulum pendidikan menjadi hal krusial demi membangun cendikiawan
muda penerus bangsa. Jangan sampai kurikulum merdeka yang sudah masuk masa
transisi ini gagal dan sia-sia.
.jpeg)
Komentar
Posting Komentar