Agus Budi Wahyudi Pegiat dan Pejuang Literasi
Agus Budi Wahyudi. Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Beliau adalah dosen sekaligus sosok pejuang literasi di era disrupsi literasi. Beliau tetap semangat menyerukan dengan lantang demi eksistensi literasi di era globalisasi modern.
Penulis: Febriyanto Arif Nugroho (A310190007) UMS
“Bagaimanapun eksistensi gemar berbahasa dan gemar
menulis harus selalu ada dalam lubuk sanubari anak muda.” Nasihat yang
diucapkan oleh Agus Budi Wahyudi. Sebagai dosen bahasa Indonesia, beliau juga
dikenal sebagai salah seorang dosen bahasa Indonesia di UMS beliau juga seorang
penulis, sekaligus pegiat bahasa. Semangatnya mengkampanyekan bahasa selalu
menggebu. Nasihat itu beliau ucapkan sambil memegang pena ditangannya sambil
mengkoreksi hasil karya kreatif mahasiswa.
Kalimat di awal itu bukan terkait politik, atau bahkan
menkritik. Nasihat itu adalah jawaban beliau ditengah-tengah perbincangan kami
berdua di sela perkuliahan mata kuliah menulis kreatif. Betapa permasalahan
bahasa menjadi hal krusial menurutnya, khususnya bagi anak muda milenial.
Generasi milenial muslim yang sudah pudar minatnya berliterasi. Usianya pada
saat itu (2023) sudah berusia 63 tahun. Beliau lahir di Kudus, 18 Agustus 1960.
Walau tak muda lagi semangatnya tetap membara untuk tetap mengkampanyekan gemar
berliterasi.
Agus Budi Wahyudi/Sumber: https://pbi.ums.ac.id/biografi-singkat-dan-data-dosen-prodi-pbi/
Pak Agus (mahasiswa biasa memanggilnya) sedang
mengajar mata kuliah menulis kreatif siang itu. Seusai mengajar beliau
berbincang singkat tentang eksistensi minat literasi generasi milenial muslim.
Saat itu saya diminta beliau untuk membantu menghimpun karya teman-teman
mahasiswa lainnya di laptop milik pak Agus. Di sela-sela menginput karya
mahasiswa kami berbincang tentang keresahannya tentang minat berliterasi
mahasiswa yang cenderung nglokro. Mahasiswa ketika diminta olehnya
menulis karya kreatif berupa puisi, cerpen, artikel opini dan memoir cenderung
menulis dengan singkat.
Awalnya saya membantu beliau mengkoreksi karya
mahasiswa yang sudah menumpuk di meja dosen. Kemudian saya tunjukan pada beliau
beberapa contoh karya mahasiswa yang saya himpun di laptop beliau. “Tak sampai
3 paragraf. Harusnya satu tulisan itu ada pembuka, isi, dan penutup. Kalau cuma
2 gimana?” kata pak Agus. Menurutnya ini adalah contoh nyata betapa menurunnya
minat berliterasi mahasiswa. Jika diberi tugas untuk membuat suatu karya
mahasiswa lebih suka menyadur ide dari internet.
Pak Agus sambil mengkoreksi dengan menuliskan beberapa
revisi di kertas karya mahasiswa dengan penanya. Karya mahasiswa yang sudah
menumpuk itu menurutnya permasalahannya sama. “Terlalu singkat tulisannya,
tidak ada esensinya [maknanya].”
Sebagai pegiat bahasa, tak jarang beliau selalu
menuliskan sajak-sajaknya di akun media social facebook. Melalui akun
facebooknya beliau menulis sajak yang bertajuk, pikiran pinggiran serta
menuliskan sajak-sajak lain berkaitan denga nisi hatinya. “Kalau tulisan saya
diminta dimuat di media jadi saya tidak perlu pusing mecari karya saya.” Kata
pak Agus saat saya tanya perihal hobinya menulis sajak di akun facebooknya. Tak
sedikit pula hal-hal kecil beliau jadikan sajak. Misalnya ketika pak Agus
mengunjungi suatu acara, dan atau menemukan satu hal unik. Bahkan ketika ada
hal unik beliau selalu tulis menjadi sajak di facebooknya. Tak hanya menulis sajak, pak Agus juga gemar menulis artikel opini di surat kabar. Tulisannya yang mengangkat tentang hal-hal unik dan menarik seputar kebahasaan dan pendidikan membuat menarik dengan disajikan dengan kalimat yang mudah dipahami oleh pembaca. Itulah kelebihan pak Agus, beliau mampu merangkai tiap-tiap kata menjadi kalimat yang menarik perhatian pembaca dan mudah dipahami.
Sekitar satu jam setengah setelah saya menemani dan
membantu merekap karya mahasiswa. Beliau kemudian beranjak menuju lab bahasa.
Letaknya di lantai 2 gedung C FKIP, UMS. Tidak ada tempat lain selain lab
bahasa dan ruang dosen bila ingin bertemu dengan beliau. Beliau tidak bisa
meninggalkan satu hal, yaitu menulis. Jika ada waktu luang, pak Agus pasti
sempatkan menulis. Sesekali menggambar, karena beliau selain gemar menulis juga
gemar menggambar.
Satu nasihat penting bagi saya dari pak Agus adalah, sebagai
generasi muda milenial jangan pernah lelah untuk tetap tetap gemar menulis, membaca dan menuangkan atau menvisualisasikan ide-ide yang ada dalam pikiran.
Lingkup literasi cukup luas meliputi membaca, menulis dan memahami ide-ide
secara visual. Sosok pak Agus yang sudah tak muda lagi masih gemar
dan giat dalam hal berliterasi. Tak ada rasa lelah dan bosan baginya untuk tetap menyebarkan
kegemaran berliterasi. Semangat pak Agus itulah yang hendaknya dapat menjadi
pemantik semangat generasi milenial agar selalu gemar berliterasi.

Komentar
Posting Komentar