Gejala Literasi dan Perbaikan Intelektualitas Warga Milenial
Dinas Kearsipan dan
Perpustakaan Daerah Kabupaten Sukoharjo menggelar acara Gelar Buku dan Budaya
Rakyat Sukoharjo (GEBBRAKS). Acara ini ditujukan untuk untuk mendongkrak kegemaran
masyarakat dan mengangkat kualitas literasi. Banyak cara untuk meningkatkan
kualitas literasi dan kegemaran budaya, salah satunya melalui acara Gebbraks. Gebbraks merupakan inovasi dari
pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang diprakarsai oleh Dinas Kearsipan dan
Perpustakaan Daerah Kabupaten
Sukoharjo. Acara ini digelar selama sepekan, 31 Oktober - 6
November 2022. Kegiatan ini mendapat apresiasi tinggi dari Bupati Sukoharjo,
Etik Suryani. Apresiasi dari seluruh jajaran Forkopimda seluruh Kab. Sukoharjo
dan tamu undangan dari seluruh Jawa Tengah.
Sumber foto: YouTube/Disarpus Sukoharjo.
Etik Suryani berharap Gebbraks dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang beragam informasi, perpustakaan, bahan bacaan murah, hasil UMKM, sekaligus budaya lokal Sukoharjo dan Indonesia. Dalam event yang di gelar di alun-alun Satya Negara Sukoharjo ini tak hanya berbagai bazar. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo juga memperkenalkan inovasi literasi yang diberi nama Ndongeng Daring dari Rumah (Ndog Dadar). Ndog Dadar adalah wujud nyata berupa informasi berkaitan dengan sejarah dan informasi terkait dengan Kabupaten Sukoharjo dan sekitarnya. Kemasan video yang dapat diakses melalui media youtube ini diharapkan informasi yang disampaikan akan lebih mudah dipahami dan mudah dinikmati oleh masyarakat.
Sumber: bisniskumkm.com
Inovasi media literasi yang digunakan oleh Pemerintah
Kabupaten Sukoharjo ini diharapkan mampu menyelesaikan masalah litersi yang
merebak tahun-tahun terakhir ini. Masalah literasi yang menjadi permasalahan
yang tak kunjung terselesaikan. Berdasarkan survei yang
dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang
di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau
merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Dalam hal
ini dapat ditarik kesimpulan bahwa minat berliterasi masyarakat Indonesia sangat
rendah. Dapat dilihat
dari infografis diatas, Indonesia tepat dibawah Saudi Arabia dan diatas
Lebanon.
Hal ini sesuai dengan permasalahan yang sudah menjadi
pekerjaan rumah yang tak kunjung usai. Tak dipungkiri kegiatan
membaca buku banyak diabaikan dengan alasan kesibukan, maupun karena adanya
media yang lebih praktis. Televisi, radio, serta internet menjadi media praktis
untuk mendapatkan informasi. Warga
masyarakat cenderung lebih memilih media digital. Dengan segala kemudahannya
dengan menggunakan media digital seperti gawai segala informasi dapat di
dapatkan.
Data lain disampaikan oleh UNESCO
menyatakan dari 1000 orang penduduk Indonesia, ternyata hanya satu orang yang
memiliki minat baca. Indeksi minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001.
Masyarakat Indonesia rata-rata membaca 0-1 buku setiap tahunBerbeda dengan
warga negara Amerika Serikat yang terbiasa membaca 10-20 buku setahun,
sedangkan warga Jepang 10-15 buku setahun. Ini merupakan sebuah tragedi.
Hal ini mengkonfirmasi bahwa literasi masih terpinggirkan atau termarjinalkan.
Di era milenial ini, data menunjukan sejumlah 60
juta penduduk Indonesia memiliki gawai
atau gadget, atau urutan kelima dunia terbanyak
kepemilikan gawai atau gadget.
Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah
pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan
jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif
smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.
Meski minat baca literasi rendah tapi data wearesocial
per Januari 2017 mengungkap orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang
lebih 9 jam sehari. Tidak heran dalam hal kecerewetan di media sosial orang
Indonesia berada di urutan ke 5 dunia. Jakarta adalah kota paling cerewet di dunia maya
karena sepanjang hari, aktivitas kicauan dari akun Twitter yang berdomisili di
ibu kota Indonesia ini paling padat melebihi Tokyo dan New York. Laporan ini
berdasarkan hasil riset Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris.
Selaras dengan data-data
sebelumnya bahwa tingkat minat warga Indonesia sangat rendah dalam hal
literasi. Betapa pentingnya literasi ini memepengaruhi intelektualitas warga
masyarakat. Gerakan
literasi merupakan salah satu proses kognitif yang berupaya untuk menemukan
berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan. Salah satu bentuk dari gerakan
literasi adalah gerakan membaca dan menulis. Membaca merupakan keterampilan
berbahasa dan faktor yang penting dalam proses pembelajaran karena dengan
membaca informasi akan diperoleh. Membaca merupakan salah satu kegiatan dalam
literasi. Jadi
intelektualitas seseorang bergantung dengan seberapa seringnya melakukan
kegiatan berliterasi. Dengan sering melakukan kegiatan berliterasi,
intelektualitas seseorang akan terus terasah dan mempengaruhi
intelektualitasnya.
Berbicara masalah budaya
literasi, ada tiga hal yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Ketiga
hal itu adalah membaca, berdiskusi dan menulis. Tiga pilar inilah yang
menentukan suatu individu atau komunitas memiliki budaya literasi yang kokoh
atau tidak. Dari tiga pilar tersebut, membaca adalah pintu pertama yang menjadi
pembuka bagi penyuburan budaya literasi. Tidak akan mungkin seseorang mampu
menulis dengan baik jika ia tidak menjadi pembaca yang baik terlebih dahulu.
Ibarat sebuah teko yang biasa digunakan untuk menuangkan air ke gelas, syarat
pertama untuk menuangkan sesuatu adalah harus ada isi dari sesuatu yang
akan dituangkan. Nah, membaca adalah usaha untuk mengisi pikiran kita dengan
berbagai macam konsep, dimana konsep itu akan kita ramu dan kembangkan untuk
kemudian dapat kita tuangkan menjadi sebuah tulisan.
Jadi event yang digelar oleh pemerintah Kabupaten
Sukoharjo selama sepekan menjadi solusi yang diharapkan mampu menggairahkan
warga masyarakat khususnya warga Sukoharjo untuk melek berliterasi. Dengan
berliterasi maka intelektualitas akan terdongkrak. Otomatis akan mempengaruhi
pola piker, tingkah laku dan tindak tanduknya. Dengan segala inovasi yang sudah
di galakan oleh Kabupaten Sukoharjo dapat dicontoh dan menjadi sumber referensi
Kabupaten lain untuk lebih memperhatikan literasi selain politik, ekonomi, dan
sebagainya.


Komentar
Posting Komentar